Thursday, November 7, 2019

Hendak Bom Polisi Pakai Mobil Bareng Istri

Ahmad Safiii ajak istrinya untuk mengebom polisi memakai mobil pada upacara 17 Agustus. Tindakan itu terendus Densus 88 hingga dapat ditangkal. Safii diberi hukuman 5 tahun penjara.

Sebagaimaan diambil dari Keputusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang dikutip di situsnya, Kamis (7/11/2019), masalah berawal waktu Safii dibaiat untuk patuh pada ISIS. Pembaiatan itu dikerjakan di Pondok Pesantren di Ciamis pada 2015 bersama dengan 38 orang yang lain. Setelah itu, dia ikuti pengajian di Desa Cipancuk, Haurgelis, Indramayu. Mereka membuat JAD Indramayu.



Safii belajar membuat bom pada Galuh di wilayah Pamanukan. Safii selanjutnya beli perlengkapan membuat bom, terhitung satu mobil sisa yang dipakai untuk bawa bom. Untuk beli bahan bom, Safii memakai uang istrinya sebesar Rp 17 juta.

Baca Juga : Nilai Rata-Rata

Bom itu dibuat di bengkel motor Safii di Cipancuk. Dia dibantu oleh istrinya, Maryam serta anaknya, Imam Izzudin Baihaqi. Sesudah bom jadi, Safii ajak istrinya untuk turut jadi pengebom janji akan masuk sorga. Maryam menyanggupinya.

Dipilihlah waktu yang pas yakni 17 Agustus 2018. Safii berencana akan bawa bom yang di taruh di mobil serta menabrakannya di upacara HUT RI mengarah polisi. Tetapi belum gagasannya terjadi, Safii diringkus Densus 88.

Pada 17 Juli 2019, jaksa tuntut Safii dengan hukuman 9 tahun penjara. Tetapi PN Jaktim cuma memberi hukuman 7 tahun penjara pada Safii.

Jaksa tidak terima serta ajukan banding pada pria kelahiran 12 Desember 1974 itu. Bukanlah memperberat, PT Jakarta justru memudahkan hukuman Safii.

Baca Juga : Menghitung Nilai Rata-Rata

"Menjatuhkan hukuman pada terdakwa sepanjang 5 tahun," putus majelis hakim yang diketuai James Butar-butar dengan anggota Sri Anggarwati serta Edwarman.

Majelis memandang hukuman 7 tahun penjara begitu berat sebab dia lakukan tindakannya sebab perngaruh dari lingkungan.

"Hingga pidana penjara dirasa adil serta bisa mengubah karakter serta tingkah laku terdakwa jadi baik serta diterima oleh warga," tutur majelis.

Bekas teroris di kamp training di Jalin, Jantho, Aceh, Yudi Zulfahri, memaparkan pemicu satu orang jadi radikal. Barisan radikalisme ini ada sebab mereka tidak dapat beradaptasi dengan kenyataan saat ini.

Baca Juga : Menghitung Nilai Rata-Rata

"Radikalisme atau ekstremisme ini ialah orang yang mengerti agama dengan ini monotafsir, hanya satu tafsiran ia gunakan terus ia jadi pribadi yang intoleran, kebanyakan orang dipandang salah serta sesat di luar ia," kata Yudi pada wartawan di Banda Aceh, Rabu (6/11/2019).

Yudi diundang jadi pemateri dalam seminar yang diadakan Kesbangpol Aceh di Gedung Sanggar Pekerjaan Belajar (SKB) di Lampineung, Banda Aceh. Ia bicara masalah Pancasila. Yudi bersama dengan bekas teroris Jalin yang telah 'insaf' sekarang membuat Yayasan Jalin Perdamaian serta ia memegang direktur.

No comments:

Post a Comment